Oleh: Igo Chaniago
Beberapa waktu yang lalu, ada wacana dari dinas pendidikan dasar untuk menghapus mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung (CALISTUNG) pada awal Sekolah Dasar (SD). Hal ini dikarenakan banyak orangtua yang menuntut anaknya untuk segera bisa membaca menulis dan berhitung (calistung) sebelum masuk ke sekolah dasar (SD).
Padahal dalam kebijakan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah nomor 1839/C.C2/TU/2009, sudah aturan yang melarang untuk anak usia dini diajarkan CALISTUNG dan melarang SD mengadakan tes CALISTUNG untuk penerimaan siswa baru.
Saya pernah ada pengalaman ketika mewakili wali murid keponakan saya yang baru masuk SD, ketika rapat dengan kepala sekolah di sebuah SD Negeri yang favorit di dekat rumah saya. Beliau mengatakan bahwa tes CALISTUNG ini bukan faktor utama untuk menentukan calon siswa bisa diterima atau tidak, namun hanya placement test di sekolah tersebut.
Ini sebenarnya hanya alasan yang dibuat-buat oleh pihak sekolah, karena bagaimanapun ketika calon siswa SD di tes CALISTUNG. Pastinya orang tua atau guru di TK atau PAUD harus menyiapkan anaknya untuk bisa CALISTUNG. Entah alasannya untuk syarat diterima di SD favorit atau hanya sekedar placement test. Dan ini akan membuat anak stress!
Tak bisa dipungkiri, di era global yang serba kompetitif ini banyak orangtua yang rela melakukan apa saja agar anaknya terlihat lebih unggul dibanding rekan-rekan sebaya, crème de la crème. Salah satu ukuran yang populer dipakai untuk menilai kehebatan anak adalah kemampuan baca-tulis, menghitung, dan yang lagi ngetrend saat ini lomba-lomba hafalan quran dengan berdirinya banyak rumah tahfidz untuk BALITA. Dan ini didukung oleh salah satu stasiun televisi swasta yang mengadakan lomba hafidz cilik dengan hadiah-hadiah yang menggiurkan.
Istilah syari’at berasal dari kata dasar dalam bahasa Arab syara’a – yasyra’u – syar’an wa syir’atan wa syari’atan. Arti secara bahasa yaitu tempat-tempat di mana air mengalir. Dan secara istilah yaitu jalan yang terang untuk mencari kejelasan. Dan syariat ini dikenakan bagi seorang muslim ketika dia sudah mencapai usia taklif, yaitu beban yang diberikan kepada manusia yang sudah baligh. Orang yang terkena beban taklif ini dinamakan mukhalaf. Maka tidak sepatutnya kita membebankan sesuatu yang berat kepada anak kita yang belum mukhalaf.
Dulu kurikulum baca-tulis yang dulu baru diajarkan di tingkat Sekolah Dasar, sekarang sudah jadi pelajaran wajib di jenjang Taman Kanak-kanak (TK), bahkan Kelompok Bermain (KB). Dan karena ini semakin menjamur, hingga ada lembaga pendidikan AIOEO yang mana mereka memang khusus menyediakan privat untuk anak TK usia dini agar bisa menguasai CALISTUNG.
Sejumlah pakar pendidikan menyambut baik rencana penghapusan mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung (calistung) pada kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar (SD). Gagasan menghapus program CALISTUNG di tingkat awal sekolah dasar, pertimbangannya, dari sisi psikologis calistung di SD Kelas 1 dan 2 yang sejatinya belum tepat. Secara psikologis anak yang sebelumnya duduk di TK dihadapkan pada kondisi bermain dan di SD pada kondisi disiplin yang akan membuat anak tertekan. Kondisi tertekan ini berdampak pada anak yang akan sulit untuk menerima pembelajaran di masa mendatang.
Karena untuk anak usia 4 – 6 tahun ini, fungsi dominan otak anak adalah di bagian batang otak. Kemudian usia 7 – 12 tahun batang otak sudah mulai menghafal dari memory yang anak dapatkan. Sedangkan bagian otak korteks yang berfungsi sebagai sistem berfikir ini masih tahap latihan.
Di usia 7 tahun ke bawah. anak sudah dijejalkan dengan berbagai pembelajaran yang kognitif, diajarkan CALISTUNG (Baca Tulis Hitung), dan di usia 7 tahun anak anak kelas 1 SD sudah mulai belajar matematika dengan analisa. Dilanjutkan di usia SMP, ketika seharusnya anak mulai latihan untuk berfikir dengan analisa, justru oleh gurunya malah disuruh untuk menghafal jawaban. Demikian juga ketika SMA, lebih banyak lagi disuruh menghafal rumus, supaya nilainya bagus, supaya kalau lulus bisa 100% dan itu akan berpengaruh terhadap akreditasi sekolah.
Hasil analisis pakar pendidikan menyatakan bahwa, dengan pelajaran CALISTUNG ini dihapus, maka anak akan banyak belajar melalui kegiatan bermain, sehingga jaringan otak anak akan melakukan proses penyambungan, yang dikenal dengan istilah sinapsis.
Kondisi ini terjadi cuma satu kali dalam kehidupan manusia. Sinapsis jaringan neuron, tersambung pada usia 3-8 tahun jika lewat usia ini dan sinapsis tidak tersambung maka jaringan ini akan mati dengan sendirinya. Sehingga mengakibatkan tidak maksimalnya kecerdasan anak akibat otak anak terlalu cepat di isi dengan CALISTUNG.
Mari kita didik anak-anak kita sesuai fitrahnya. Kaidah lebih cepat lebih baik, bukanlah kaidah yang tepat dalam mendidik anak. Karena dengan terburu-buru mengajarkan sesuatu yang bukan pada waktunya, justru akan berdampak buruk bagi masa depan anak. Jangan rampas masa kanak-kanak mereka yang harusnya lebih banyak bermain, tapi kita tuntut untuk belajar, hingga anak-anak stress dan orang tuapun akhirnya ikut stress. Demi waktu! Sesungguhnya semua itu ada waktunya…
Jl. Tirto Mulyo no. 66C,
Klandungan, Dau,
Malang, Jawa Timur
Call Center: 0878 0388 8844
© 2023 Indahnya Sedekah Foundation | Design by Omah Web