Oleh: Igo Chaniago
Di usia 5 – 7 tahun, anak anak biasanya sudah mulai masuk ke dalam pendidikan formal bagi orang tua yang tidak menerapkan home schooling. Dan ini akan berpengaruh dalam kehidupan anak di masa depan jika terjadi “Trauma Event” ketika HARI PERTAMA SEKOLAH.
Seringkali orang tua sangat bangga, kalau hari pertama sekolah anaknya dianggap sudah berani, sudah ga perlu ditungguin, bangga kalau anaknya tidak menangis. Padahal orang tua tidak tahu, betapa paniknya anak ketika mereka masuk sekolah di hari pertama.
Karena di hari pertama anak masuk sekolah, mereka yang biasanya tidak lepas dari ibunya, kemana mana bersama ibunya, ditinggal sebentar sudah nangis. Lalu sekarang dia masuk sekolah di hari pertama ini dan terpisah orang terdekatnya yang biasanya mendampinginya dengan waktu yang agak lama.
Sehingga dirinya seolah menjadi sendiri, terpenjara, tempat yang membuatnya tidak nyaman, merasa sekolah telah memisahkan dirinya dengan ibunya, lalu bertemu dengan orang banyak, berada di lingkungan yang baru, harus duduk manis dan belum familiar dengan teman dan gurunya sehingga dia merasa hampa. Dan semua kesan kesan negatif tentang “hari pertama sekolah” ini didapat dari pola pengasuhan di rumah yang terlalu banyak intruksi, intervensi dan larangan.
Dan orang tua banyak yang tidak memahami bahwa kondisi bisa memunculkan “Trauma Event” bagi anak. Disebut “event” karena memang trauma ini setelah dialami biasanya lama kelamaan akan terpendam, tapi tetap tersimpan di memori.
Terpendam karena begitu anak pulang sekolah di hari pertamanya, orang tua langsung memuji muji keberaniannya, besok diajak beli mainan yang di inginkanya, sehingga yang awalnya anak mau nangis, akhirnya malah terhibur karena “obat” yang mendadak ini. Dan akhirnya rasa kecewa anak ini terpendam.
Bagi anak yang adaptif, dia akan mudah dan cepat menyesuaikan diri. Tapi bagi anak yang biasanya diatur atur, biasanya dimanja, dia akan kesulitan menyesuaikan diri. Karena di rumah penuh dengan instruksi, maka ketika gurunya ngomong, dia akan selalu patuh. Padahal normalnya anak TK itu agak lebih sulit diatur.
Kadang “Trauma Event” ini muncul kembali di saat orang mau ijab qabul pernikahan. Waktu berangkat ke penghulu rasanya berbedar bedar mirip seperti waktu hari pertama sekolah dulu. Dan begitu mau mengucap akad nikah banyak yang grogi, terbata bata hingga keringat dingin.
Kisahnya, anak usia 3 tahun ikut manasik haji yang diselenggarakan sekolahnya, karena PAUDnya mau ikut lomba manasik antar. Ketika berjalan, dia merasa haus yang sangat, tapi kata guru tidak boleh makan minum. Baru boleh minum kalau sudah sampai. Padahal realita di lapangan orang ketika umroh atau haji ketika haus yah boleh minum. Sehingga anak ini sampai pingsan.
Begitu dia usia 28 tahun menikah, bulan madunya umroh ke tanah suci. Ketika sebelum berangkat umroh dia ikut manasik, pingsan lagi. Dia mikir, kok bisa pingsan yah Padahal sebelum manasik dia sehat, sudah sarapan pagi juga, apalagi dia juga atlit bulu tangkis yang atletis dan selalu menjaga kebugaran.
Dan ternyata setelah ngobrol sama ibunya, ternyata ibunya baru ingat kalau dia pernah mengalami hal ini ketika waktu latihan manasik ketika kecil dulu.
Maka Ayah Bunda, dampingilah ananda di hari pertama mereka sekolah. Sehingga mereka tidak merasa dilepas begitu saja dan menjadi “Trauma Event” yang kelak muncul lagi ketika mereka dewasa.
Jl. Tirto Mulyo no. 66C,
Klandungan, Dau,
Malang, Jawa Timur
Call Center: 0878 0388 8844
© 2023 Indahnya Sedekah Foundation | Design by Omah Web